Sabtu, 03 Oktober 2015

Menualah kita...

Ada istri yang tak mau melepas lingkar lengan suaminya, sambil menatap menerawang jauh ke bawah, sesekali ujung matanya melirik ke sekitarnya, itu didalam lift.

Ada ibu-ibu senja yang keliling lobi hotel berkali, mencari-cari kemana bapak-bapak yang duduk di sampingnya selama perjalanan 10.000 kilometer dari sawah mereka.

Dan ada suami yang berusaha tegar walau tidak, menenangkan istrinya yang cemas, yang muntah di dalam bis, yang lupa nomer kamar hotel, yang menahan panjang antrian toilet.

Ada bapak-bapak yang tak bisa tidak khawatir, kemana ibu-ibunya pergi, jangan-jangan mereka tersesat, jangan-jangan mereka tak tahu jalan pulang, tak hafal jalan, sembari menanyai siapa saja yang ditemuinya.

Ada cinta yang tak lekang, untuk Tuhan dan kekasihnya tersayang, yang sudah menemani hari-harinya di ladang, di sawah, di kebun, di bawah terik matahari, di dingin malam,

Ada sayang yang tak usang, untuk Tuhan dan kekasihnya tersayang, yang selalu mau memahami, menemani dalam susah senang, yang mau menghabiskan waktu berkisah berkesah bercerita, sampai tua.

Wajah mereka kisut, kulit yang keriput, baju yang sama, membalut otot-oto yang kendur,,,
Tapi, ada cinta tulus yang tak perlu kita pertanyakan kapan surut.


Menualah kita bersama-sama, Manisku...

Kamis, 21 Mei 2015

Di Malam itu...

Malam yang terang
Ketika bulan datang, kau lelap
Dibawanya aku dari kamar ke kamar
Dari pintu ke pintu
Melewati lorong-lorong panjang
Hening


Malam yang terang
Ketika bulan datang, kau lelap
Dibawanya aku dari rumah ke rumah
Dari gerbang ke gerbang
Melewati ladang dan hutan yang rindang
Senyap


Malam yang tenang
Ketika bulan datang, kau masih lelap
Dibawanya aku dari jeruji ke tanah lapang
Dari ruangan terkunci ke bawah padang bulan
Melewati selokan dan kumbangan
Hilang
Dan
Tenang



Minggu, 17 Mei 2015

Begitu adanya


Pertama menangislah, yah... Menangislah
Dan itu bisa meluruhkan gundahmu yang membuncah

Lalu, menangislah, supaya kau tahu kau orang yang paling bebas di dunia ini.

Kemudian sebelum habis airmatamu mengalir dari kelenjarnya, tersenyumlah.

Iya, tersenyumlah... Bahwa kau bisa berbahagia

Tersenyumlah dan kau tahu kau tak sendiri, dan masih banyak diluar sana tak pernah tahu kalau dari bibir bukan hanya ada getir.




*untukmu yang masih dalam perjalanan.

Sabtu, 14 Maret 2015

Kulangitkan Namamu

Berhenti. Tercekat di kerongkonganku
Saat kata sudah kehilangan artinya
Dan arti sudah kehilangan nilainya
Karena kutersadar
Kita bertemu di waktu dan tempat yang tidak tepat,
Mestinya kita bertemu di kehidupan yang lain,
di bumi yang lain
Bukan dunia kita sekarang ini, dan
Juga bukan dunia setelah dunia kita ini
Tapi, di dunia dimana kita berdua sama-sama
(Hanya sebuah)
Hening.

Senin, 09 Maret 2015

Jalan Gelap dan Berliku

Ketika aku mengenalmu, tak ada yang menyerupaimu
Kamu bukan yang tidak sengaja kutemui
Karena dijalan yang kulalui, yang harus kulalui ada Kamu
Kamu yang sedang berjalan dijalan yang kamu lalui, yang harus kamu lalui
Kita bertemu, berpapas dan bertabrakan
Tertawa, meringis dan bertanya :
Ke arah manakah tujuan masing-masing kita,
Dan jalan mana yang paling dekat?
Lalu Aku mencintaimu.
Semua itu tak butuh pembenaranmu
Cukup kupejam, maka kulihat
Kuredam, maka kudengar
Ku bisu, lalu lantang;
Semua
Itu
Kamu

Jumat, 27 Februari 2015

Rumput Padang Savana

Hatiku savana.
Angin membawa segala
Membawa apa, membawa siapa.
Rumput tumbuh liar
tak pernah dipangkas, tak ada yang memangkas
Angin datang semilir
kadang membawa awan hujan.
Hembus Angin kering
hening, membawa hawa panas
Angin memporakporandakan pohon tinggi
pohon tinggi tumbang
rumput masih tumbuh liar



Jumat, 02 Januari 2015

Kamu

apalah artinya datang dan pergi,
kalau hakikat datang adalah pergi dari tempatmu sebelumnya
sedangkan pergi adalah datang pula.

jadi, jangan risau..!
karena aku yang pergi ini, tak lain adalah datang,
datang kepadamu, sayangku...

setelah kita lama dipusingkan kata,
diombang-ambingkannya,
digoyahkannya, bahkan tenggelam
di lautan kotoran kata,
kata masuk lewat mulut kita, hidung kita
lalu ke dalam paru-paru kita,
mengalir bersama darah dalam tubuh kita
mengisi tiap sel yang dilewati pembuluh darah
lalu kita sekarat,
sekarat oleh kata,
dibuat gila olehnya,
jadi, mari sini sayangku,
kita sudahi kata-kata kita,
dan tidur yang lelap,
tidur yang nyenyak,
meski kita tahu,
kita yang sudah tenggelam ini, tidur berarti buat selamanya...

lalu saat itu kita bakalan tahu,
kalau kata yang paling manis, adalah yang justru paling mematikan...

dia sudah banyak membunuh orang,
aku salah satunya
maka kini, sebelum habis nyawaku
sebelum melewati kerongkonganku
biarkan aku mengutuknya,,,

hei kata yang paling manis.
matilah kau kata yang paling manis...
matilah ribuan kali,
biar senang hatiku, melihatmu mati berkali,
melihat bola matamu putih,
mengerang saat izrail mencabut nyawamu,
pelan tapi pasti, seperti mengulitimu,
lalu yang kesekian kali dalam sekali tarikan
betapa senangnya aku dihadapanmu,
melihatmu dingin, kaku dan biru
dengan kelopak mata yang belum sempat tertutup,
dikali yang kesekian kau seakan mati tenggelam,
dilain yang kesekian kau mengerang kesakitan,
merasa terbakar, merasa dicincang
biar kau tahu, kalau begitulah rasanya
kau bunuh,
matilah kau,,,
matilah jutaan kali...kata yang paling manis!
dan tak pernah ada lagi...